Foto Sebagai Konstruksi Sosial dan Budaya

John Berger berteori tentang penampakan dalam sebuah foto. Sebuah foto menahan aliran waktu di mana peristiwa yang dipotret pernah ada. Semua foto adalah dari masa lalu, dan masa lalu itu bertahan dan tak bisa melaju ke masa kini. Dalam aliran waktu, sebuah foto membekukan momen seolah-olah merupakan imajinasi yang tersimpan. Namun, di sini terdapat perbedaan mendasar ketika imajinasi yang terkenang merupakan sisa pengalaman dan berkelanjutan, sebuah foto mengisolasi penampakan sebuah keterputusan sesaat. Bergerpun berteori tentang foto sabagai konstruksi budaya.

Peristiwa memotret secara teknis mudah dimengerti yang agak rumit adalah memahami sifat penampakannya. Ketika seseorang memotret, pilihan atas apa yang dipotret merupakan suatu konstruksi budaya yang terbuktikan dari apa yang tidak dipotretnya. Konstruksi itu merupakan suatu pembacaan atas peristiwa yang intuitif dan berlangsung cepat sekali, memutuskan dengan segera pilihan atas objeknya. Pilihan ini akan sangat ditentukan oleh situasi sosial dan kehidupan pemotret yang merupakan suatu argumen, suatu pengalaman dan suatu cara menjelaskan dunia. Pada saat yang sama, hubungan material antara citra dan yang direpresentasikan adalah sesuatu yang segera dan tidak terkonstruksi seperti sebuah jejak. Seorang fotografer dapat mencampuri segalanya kecuali mencampuri prosesmelesatnya cahaya melewati lensa danmencetaknya dalam film. Proses ini membedakannya dengan proses melukis yang lebih merupakan terjemahan dari pada suatu jejak. Jadi, terdapat dua sifat dalam penampakan foto: 1. Konstruksi Budaya dan 2. Jejak. Sumber: Rangga Aditiawan dan Ferren Bianca

Salam Administrator

Dr. Muslih Aris Handayani, M.Si, Communication Science, Padjajaran University, Bandung, West Java